Friday, January 3, 2014

Bersegeralah... !!! sebelum terlambat

Bismillah. . . 

Masa lalu adalah masa yang telah using, masa yang tak akan pernah kembali lagi, masa yang hanya bisa dijadikan kenangan dan bahan intropeksi. Jika masa lalu kita adalah masa-masa yang indah, maka begitu menyenangkan jika dibayangkan, namun jika masa lalu itu suram, sedih terasa jika terpaksa ada ingatan yang menghantarkan kita untuk mengingatnya.

Sedangkan masa yang akan datatang adalah masa yang belum pernah kita rasakan, masa yang penuh dengan teka-teki kehidupan, masa yang diliputi kejadian-kejadian yang tidak pernah kita pikirkan. Kita sebagai manusia hanya bisa berencana untuk masa yang belum kita hadapi, tentang agenda apa yang terus terjadi, itu semua adalah rahasia Ilahi. Wallahu ta’ala a’lam ‘an dzalik..

Namun perlu kita ketahui, diantara dua masa itu, ada satu masa yang tengah kita hadapi, masa dimana menentukan masa yang akan dating ataupun menjadi kenangan manis di masa yang akan silam. Masa sekarang, yaa.. masa yang saat ini kita rasakan.

Banyak dari anak adam yang sibuk membayangkan masa lalu, namun lalai dengan masa yang saat ini sedang dihadapi. Banyak anak adam yang sibuk merancang masa depan namun Ia lupa dengan apa yang  seharusnya Ia lakukan. Padahal yang kita hadapi adalah masa sekarang, sebuah masa yang terjepit diantara dua masa, masa yang seharusnya kita jadikan menjadi masa yang terbaik bagi kita.

Banyak orang yang menunda taubat karena Ia merasa telah banyak amal sholih yang  diperbuat, banyak pula yang akhirnya mengakhirkannya karena menganggap bahwa esok masih ada masa tua. Padahal tak satu pun diantara manusia, dan tak satupun ada selain Allah subhanahu wa ta’ala yang tahu apa yang akan terjadi pada setiap diri makhluk di bumi.

Banyak orang yang terkenal dengan kesholihannya, namun akhir hayatnya mati di pelukan seorang wanita pezina. Adapula yang berangan-angan akan taubat di masa tua namun apa daya Allah hanya member umur pendek baginya.

Akankah kita menyesal hanya karena kita tidak menggunakan kesempatan yang ada di depan mata? Akankah kita menjadikan masa lalu kita penuh dengan dosa dan sebelum kita mati Allah telah mengirim malaikat untuk mencabut nyawa kita?? Merugilah bagi siapa saja yang menunda taubat dari maksiat yang telah di kerja.

Mari segera bertaubat, ukir sejarah amal kita dengan hiasan amal kebaikan. Jangan sampai kita menjadi hamba yang merugi di akherat nanti. Allah telah memberi janji :

“kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Furqon : 70)

ABDULLAH BIN UMAR

(Seorang Pemuda yang Memiliki Keteladanan yang Sangat Luar Biasa)


Keistimewaan- keistimewaan yang memikat perhatian kita terhadap Abdullah bin Umar tidak sedikit. Ilmunya, kerendahan hatinya, kebulatan tekad dan keteguhan pendiriannya, kedermawanan, keshalihan dan ketekunannya dalam beribadah serta berpegang teguhnya terhadap contoh yang diberikan oleh Rasulullah tidak diragukan lagi. Semua sifat dan keutamaan itu telah berjasa dalam menempa kepribadiannya yang luar biasa dan kehidupannya yang suci lagi benar.

Karena kegemarannya yang kuat tak pernah luntur dalam mengkuti sunnah dan jejak Rasulullah, maka Ibnu Umar bersikap hati-hati dalam menyampaikan hadits dari Rasulullah. Ia tak hendak menyampaikan sesuatu hadits dari padanya, kecuali ia ingat seluruh kata-kata Rasulullah.

 Pada suatu hari Khalifah Utsman memanggilnya dan meminta kesediannya untuk memegang jabatan kehakiman, tetapi ditolaknya. Utsman mendesaknya juga, tetapi Ibnu Umar bersikeras pula atas penolakannya. “Apakah anda hendak mentaati perintahku? ”Tanya Utsman. Jawab Ibnu Umar, “Sama sekali tidak, hanya saya dengar para hakim ada tiga macam: pertama hakim yang mengadili tanpa ilmu, maka ia dalam neraka; kedua yang mengadili berdasarkan nafsu, maka ia juga dalam neraka; dan ketiga yang berijtihad sedang hasil ijtihadnya betul, maka ia dalam keadaan berimbang, tidak berdosa tetapi tidak pula memperoleh pahala. Dan saya memohon atas nama Allah memohon kepada anda agar dibebasakan dari jabatan itu.”

Boleh dikata bahwa Ibnu Umar adalah “Penyerta Malam” yang biasa diisinya dengan melakukan shalat, atau “Kawan Dinihari” yang dipakainya untuk menangis dan memohon diampuni. Di waktu remajanya ia pernah bermimpi yang oleh Rasulullah dita’birkan bahwa qiyamul lail itu nantinya akan manjadi campuran tumpuan cinta Ibnu Umar, tempat tersangkutnya kesenangan dan kebahagiaannya.

Ketika Rasulullah masa hidup Ibnu Umar bermimpi, ia mengatakan: “Seolah-olah ditanganku ada selembar kain permadani. Tempat mana saja di surga, maka permadani itu akan menerbangkanku kesana. Lalu tampak pula dua orang yang mendatangiku dan ingin membawaku ke neraka. Tetapi seorang Malaikat menghadang mereka, katanya: jangan ganggu! Maka kedua orang itu pun meluangkan jalan bagiku. Oleh Hafsah, yaitu saudaraku, mimpi itu diceritakan kepada Rasulullah, Maka Rasulullah bersabda:
“Akan menjadi sebaik-baik laki-laki Abdullah itu, jika ia sering mengerjakan shalat malam dan memperbanyaknya.”   (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

Maka semenjak saat itu hingga tiba kematian beliau, Ibnu Umar tidak pernah meninggalkan qiyamul lail baik diwaktu ia mukim atau musafir. Yang dilakukannya ialah shalat, membaca Al Qur`an dan banyak berdzikir menyebut nama Allah dan yang sangat menyerupai ayahnya adalah air matanya bercucuran jika mendengar ayat-ayat dari Al Qur`an.

Berkata Ubaid bin Umair, "Pada suatu hari saya bacakan surah. An-Nisa`: 41-42 kepada Abdullah bin Umar:
"Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun."
Maka Ibnu Umar menangis, hingga jenggotnya basah oleh air mata.

Pada suatu hari ketika ia duduk diantara kawan-kawannya, lalu membaca surah Al-Muthafifin: 1-6.:
 "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, pada suatu hari yang besar."

Terus saja ia mengulang ayat
"Pada suatu hari yang besar, pada suatu hari yang besar."
Sedang air matanya mengucur bagaikan hujan, hingga ia jatuh disebabkan duka dan banyak menangis.

Ia adalah seorang yang wara` dan zuhud. Ia banyak memberi karena ia seorang pemurah. Yang diberikannya ialah barang halal karena ia seorang yang wara` atau salih dan ia tidak peduli, apakah kemurahannya itu penyebab miskin karena ia zahid, tidak ada minat terhadap dunia.

Disalin dari: Siyaru A'lam An Nubala, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Utsman Az Zuhri,  jilid  IV,  hlm. 351, Diriwayatkan oleh Bukhari dalam At Tahajud (1121), bab (2) Fadhlu Qiyamil Laill wa Athrafuhu no. 1157, 3739, 3741, 7016, 7029, 7031; dan Muslim dalam Fadhailus Sahabah bab Fadhailu Abdullah ibnu Umar; dan Tirmidzi dalam Al Manaqib (3720), bab (44) Manaqibu Abdullah Ibnu Umar , 60 Karakteristik Shahabat, Khalid Muhammad Khalid. (IR-one)


UTBAH BIN GHOZWAN

"Menyerahkan Dunia Demi Akhirat"




   Utbah bin Ghozwan berperawakan tinggi dengan muka bercahaya dan rendah hati, termasuk angkatan pertama yang masuk Islam. Berada diantara Muhajirin pertama yang berhijrah ke Habasyah dan yang hijrah ke Madinah. Beliau termasuk pemanah pilihan yang jumlahnya tidak banyak.

   Beliau adalah orang terakhir dari kelompok tujuh perintis yang bai'at berjanji setia dengan menjabat tangan kanan Rosululloh dengan tangan mereka, bersedia menghadapi orang-orang Quraisy yang senang berbuat dholim. Utbah dan kawan-kawannya telah memegang teguh satu prinsip hidup yang mulia. Utbah termasuk sahabat yang hijrah ke Habasyah, namun betapa ia rindu kepada Rosululloh sehingga tidak betah menetap disana, kembali ia menjelajah lautan untuk kembali ke Makkah dan hidup di sisi Rosululloh hingga saatnya hijrah ke Madinah.

   Semenjak orang Quraisy gencar melancarkan gangguan dan peperangan, Utbah selalu membawa tombak dan memanah dengan akurasi ketepatan yang luar biasa. Setelah Rosululloh wafat beliau tetap berkelana dan berjihad di jalan Alloh.

   Amirul Mukminin Umar mengirim Utbah ke Ubullah untuk membebaskan penduduknya dari pendudukan Persi yang ingin menjadikan kota itu sebagai gerbang awal dalam menghancurkan kaum muslimin. Berkatalah Umar ketika hendak melepas pasukan Utbah, 'Berjalanlah engkau bersama anak buahmu hingga sampai batas terjauh dari negeri Arab dan batas terdekat negeri Persi…! Pergilah dengan restu Alloh dan berkahnya…! Serulah ke jalan Alloh siapa yang mau dan bersedia …! Dan siapa yang menolak hendaklah ia membayar jizyah…! Dan bagi setiap penantang, maka pedang adalah bagiannya tanpa pandang bulu…! Tabahlah menghadapi musuh serta takwalah kepada Alloh…!'.

   Ketika pasukannya yang kecil telah berhadapan dengan pasukan bala tentara Persi yang terkuat, Utbah berseru, 'Allohu Akbar, Shodaqo Wa'dah. Alloh Maha Besar dan menepati janji-Nya.' Ternyata benarlah janji Alloh. Tak lama setelah terjadi pertempuran, Ubullah dapat ditundukkan.

   Di tempat itu Utbah membangun kota Basrah dan membangun sebuah masjid besar di dalamnya.Kemudian beliau bermaksud untuk kembali ke Madinah, tetapi perintah Amirul Mukminin memerintahkan beliau untuk tetap disana memimpin pemerintahan di Basrah.

   Utbah pun mentaati perintah Amirul Mukminin, membimbing rakyat melaksanakan sholat, mengajarkan masalah agama, menegakkan hukum dengan adil dan memberikan contoh tentang kezuhudan, waro' dan kesederhanaan. Dengan tekun dikikisnya pola hidup mewah dan berlebih-lebihan sehingga menjengkelkan mereka yang selalu memperturutkan hawa nafsu. Pernah dalam sebuah pidato beliau berkata, 'Demi Alloh, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rosululloh sebagai salah seorang dari kelompok tujuh, yang tak punya makanan kecuali daun-daun kayu sehingga mulut kami pecah-pecah dan luka-luka. Disuatu hari aku beroleh rizki sehelai baju burdah lalu kubelah dua, yang sebelah kuberikan kepada Sa'ad bin Malik dan sebelah kupakai untuk diriku…'.

   Utbah sangat takut terhadap dunia yang akan merusak agamanya dan kaum muslimin, sehingga beliau selalu mengajak mereka untuk hidup sederhana dan zuhud terhadap dunia. Namun banyak yang hendak mempengaruhi beliau untuk bersikap sebagaimana penguasa yang penduduknya menghargai tanda-tanda lahiriah dan gemerlapan kemewahan. Tetapi Utbah menjawab kepada mereka, 'Aku berlindung kepada Alloh dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia tetaplah hina dan kecil disisi Alloh…'

   Dan tatkala dilihatnya rasa keberatan pada wajah-wajah orang banyak karena sikap kerasnya membawa mereka kepada hidup sederhana, berkatalah ia kepada mereka, 'Besok lusa akan kalian lihat pimpinan pemerintahan dipegang orang lain menggantikan daku…!'.

  Dan datanglah musim haji, pergilah Utbah menunaikan ibadah haji sementara pemerintahan Basrah diwakilkan kepada salah seorang sahabatnya. Setelah melaksanakan ibadahnya beliau menghadap Amirul Mukminin di Madinah untuk mengundurkan diri dari pemerintahan. Tetapi Amirul Mukminin menolak dengan mengucapkan kalimat yang sering diucapkan kepada orang-orang zuhud seperti Utbah, 'Apakah kalian hendak menaruh amanat diatas pundakku…! Kemudian kalian tinggalkan aku memikulnya seorang diri…? Tidak…! Demi Alloh tidak kuizinkan selama-lamanya…!'.

   Oleh karena itu tidak ada pilihan bagi Utbah kecuali taat dan patuh. Dan beliau hendak kembali ke Basrah.Sebelum naik kendaraannya ia menghadap ke kiblat lalu mengangkat kedua telapak tangannya yang lemah lunglai ke langit sambil memohon kepada Alloh Azza wa Jalla agar ia tidak dikembalikan ke Basroh dan tidak pula menjadi pemimpin pemerintahan selama-lamanya.

   Dan Alloh memperkenankan do'anya, dalam perjalanan pulang ke Basrah, Alloh memanggil kepangkuan-Nya dengan menyediakan kesempurnaan nikmat dan kesempurnaan suka cita karena pengorbanan dan baktinya, kezuhudan dan kesahajaannya. Dex
               
   Dinukil dari : 101 Sahabat Nabi ; Hepi Andi Bastoni ; Pustaka Al Kautsar cetakan keempat 2006 ; hal 547.

Thursday, January 2, 2014

Peranan Keluarga Dalam Mendidik Anak


Pertanyaan:

Seberapa besar peranan keluarga dalam Islam ketika  mendidik anak-anaknya, terutama adalah  kedua orangtua?



Jawaban:

Pada hakekatnya Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya.

Berkenaan dengan  ini Allah Ta`ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S At-Tahrim: 6)

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: "Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa."

Sehingga kedua orangtua hendaknya selalu memberikan kasih sayang yang diperlukan anak, terutama ibu. Kemudian membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya, serta menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya, agar nantinya anak menjadi tabungan bagi orangtua di akhirat kelak. 

Wallahu a`lam bi showab.


 (Irwansyah)

Wednesday, January 1, 2014

AMANAH PENDIDIKAN ANAK DIPUNDAK ORANG TUA

Bismillahirrahmanirrahim


 “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi.
(HR. Bukhari)

Anak adalah karunia Allah subhanahu wata`ala yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Namun, sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, muncul “agenda persoalan” baru yang tiada kunjung habisnya. Ketika beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua, berprestasi di sekolah, dan bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakatnya. Namun di sisi lain, seorang anak dapat pula menjadi sebaliknya, perilakunya semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orangtua pun selalu cemas memikirkanya.

Dr. Abdullah Nashih ‘ulwan, dalam bukunya “Tarbiyatul Aulad” menegaskan, hanya ada satu cara agar anak menjadi permata hati dambaan setiap orangtua, yaitu melalui pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Islam.
Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak masih dalam kandungan. Jika anak sejak dini telah mendapatkan pendidikan Islam, Insya Allah ia akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah subhanahu wata`ala dan Rasul-Nya serta berbakti kepada orangtuanya.

Upaya dalam mendidik anak dalam naungan Islam sering mengalami kendala. Perlu disadari disini, betapa pun beratnya kendala ini, hendaknya orangtua bersabar dan menjadikan kendala-kendala tersebut sebagai tantangan dan ujian.

Dalam mendidik anak setidaknya ada dua macam tantangan, yang satu bersifat internal (masalah yang datang dari kita sendiri) dan yang satu lagi bersifat eksternal (masalah yang datang dari luar). Kedua tantangan ini sangat mempengaruhi perkembangan anak.

Sumber tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri. Ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. Sunatullah telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad).

Tantangan eksternal pun juga sangat berpengaruh dan lebih luas lagi cakupannya. Tantangan pertama bersumber dari lingkungan rumah. Informasi yang yang didapat melalui interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya sedikit banyak akan terekam. Lingkungan yang tidak islami dapat melunturkan nilai-nilai islami yang telah ditanamkan di rumah.



Yang berikutnya adalah lingkungan sekolah. Bagaimanapun juga guru-guru sekolah tidak mampu mengawasi anak didiknya setiap saat. Interaksi anak dengan teman-teman sekolahnya apabila tidak dipantau dari rumah bisa berdampak negatif. Sehingga memilihkan sekolah yang tepat untuk anak sangatlah penting demi terjaganya akhlak sang anak. Anak-anak Muslim yang disekolahkan di tempat yang tidak islami akan mudah tercemar oleh pola fikir dan akhlak yang tidak islami sesuai dengan pola pendidikannya, apalagi mereka yang disekolahkan di sekolah nasrani sedikit demi sedikit akhlak dan aqidah anak-anak Muslim akan terkikis dan goyah. Sehingga terbentuklah pribadi-pribadi yang tidak mengenal islam secara utuh.

Disamping itu peranan media massa sangat pula berpengaruh. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat. Jika orang tua tidak mengarahkan dan mengawasi dengan baik, maka si anak akan menyerap semua informasi yang ia dapat, tidak hanya yang baik bahkan yang merusak akhlak.

Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua, lintas negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan di pedesaan dan menyelusup di gang-gang sempit di perkotaan, melalui media audio (radio) dan audio visual (televisi, internet, dan lain-lain). Fenomena modern yang terjadi di awal milenium ketiga ini popular dengan sebutan globalisasi. Sebagai akibatnya, media ini, khususnya televisi, dapat dijadikan alat yang sangat ampuh di tangan sekelompok orang atau golongan untuk menanamkan atau, sebaliknya, merusak nilai-nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola fikir seseorang oleh mereka yang mempunyai kekuasaan terhadap media tersebut. Persoalan sebenarnya terletak pada mereka yang menguasai komunikasi global tersebut memiliki perbedaan perspektif yang ekstrim dengan Islam dalam memberikan kriteria nilai-nilai moral; antara nilai baik dan buruk, antara kebenaran sejati dan yang artifisial.

Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang tua tetap memegang peranan yang amat dominan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Setiap anak dilahirkan dalm keadaan fitrah. Maka, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi.” (HR. Bukhari)

Dalam mendidik anak, orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran Ayah tidak diabaikan, tapi peran Ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orangtua Muslim dalam mendidik seorang anak, yaitu :
Orangtua perlu memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya. Banyak menggali informasi tentang pendidikan anak.

Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.

Sebelum mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat. Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal Al-Quran Al-Karim. Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan yang lain.

Menjaga lingkungan si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak. Memang usaha mendidik anak tidaklah semudah membalik tangan. Perlu kesabaran dan kreativitas yang tinggi dari pihak orang tua. Apalagi, membesarkan anak di era globalisasi seperti ini, harus lebih memberikan perhatian dalam mendidik anak. Dengan usaha dan do`a maksimal, mudah-mudahan Allah  subhanahu wa`ta`la memberikan ma`unah kepada anak-anak kita agar mereka menjadi anak yang shalih dan shalihah. Wallahu a’lam bish shawwab 

[Abdun Nafi]

Kebaikan Adalah Kebiasaan

Bismillahirrahmanirrahim


Memang, masa anak-anak bukanlah masa pembebanan atau pemberian kewajiban yang harus mereka kerjakan. Ia adalah masa persiapan, latihan dan pembisaan untuk menyambut masa pembebanan (taklif) ketika ia telah baligh nanti. Dengan begitu, kelak, pelaksanaan kewajiban akan terasa mudah dan ringan, disamping juga sudah mempunyai kesiapan yang matang untuk menyelami kehidupan dengan penuh keyakinan dan keta’atan.

Bagi mereka yang belum baligh, melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah I bukanlah suatu hal yang tidak dihitung dalam syari’at. Ibnu abdil barr dalam kitab “at-tamhid” meriwayatkan dengan sanadnya bahwa umar bin khattab berkata, “amalah-amalah baik anak kecil itu tetap dicatat, sedangan amalah buruknya tidak dicatat”. Maknanya, selagi amalan baik dicatat, motivasilah anak-anak untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin. Karena setelah ia baligh dan telah dibebankan syari’at baginya, apabila melakukan kesalahan ia dicatat sebagai amal buruk. Tapi, karena sejak dini dia telah mencatatkan amal baik yang melimpah, diharapkan amal buruknya nanti dapat tertutup oleh amal baiknya.

Orang tua, tentu tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran anak tentang beramal baik setelah anak sekolah, sekalipun lembaga pendidikan islam. Orang tua tidak hanya memasrahkan pendidikan pada para ustadz dan ustadzah. Karena, pendidik utama yang menanamkan karakter dasar dan akan bertanggung jawab kelah dihadapan-Nya adalah orang tua.

Bagi para orang tua, ada seuntai kata hikmah yang harus diingat, “bergegaslah mendidik anak-anak kalian sebelum kesibukan bertumpuk-tumpuk. Jika anak-anak telah dewasa namun tidak berakal, mereka akan lebih memusingkan pikiran”.


Ibnu mas’ud pun telah berpesan, “al khairatu ‘aadaatun” (kebaikan adalah kebiasaan). Maka, bila orang tua menginginkan putra putrinya mudah menjalankan kebaikan yang allah ta’ala wajibkan, mereka harus berupaya membiasakan kebaikan itu sejak kecil. Ketika anak anak sudah mampu mencerna kata-kata. Semakin dini semakin baik. Fastabiqul khairaat. Wallahu ‘alam bisshawwab.

[Fakhreza]

Taubat di Saat yang Tepat

Bismillahirrahmaanirrahiim

Suatu ketika terjadi percakapan antara seorang pemuda dan seorang bapak yang usianya sudah melewati kepala lima. Seorang pemuda itu adalah seorang santri yang tengah belajar di sebuah pondok pesantren, sedangkan bapak itu adalah seorang tukang becak yang tengah beristirahat sembari sholat maghrib di masjid pesantren.

Begitu hangat dan akrab percakapan itu terlihat, lama bapak itu bercengkrama, hingga akhirnya Ia berujar, “Jaman sekerang itu sudah rusak dek.. susah njaga Iman, kita mau berusaha menjadi orang baik nanti di jauhi teman-teman. Saya sudah lama menduda, berkali-kali saya di cemooh karena tidak mau ‘njajan’ seperti mereka”.

Deg.. sontak pemuda tadi terdiam lama, hingga akhirnya Ia memberi beberapa patah kata untuk memantapkan Iman dan sikap sang bapak agar tidak tergoda dengan ajakan rekan tukang becak yang mencemooh dan menggodanya. Bapak tua itu mengangguk dan berkata, “InsyaAllah dek, saya akan berusaha, saya juga kepingin bisa istiqomah dan di mudahkan dalam amal Ibadah”. “Alhamdulillah.. aamiin.. semoga Allah memudahkan dan mengabulkan doa bapak”. Balas pemuda tadi. Akhirnya bapak itu pamit dan kembali mengayuh becaknya menuju rumah tempat tinggalnya.

Sedikit unik penggalan kisah di atas, tetapi itulah realita yang terjadi di zaman ini. Perzinaan telah merebak tak hanya sekedar di kalangan orang yang berduit, kalangan menengah kebawahpun ikut terjangkiti. Mereka bekerja sehari semalam, banting tulang hingga akhir pekan, akhirnya hanya dihabiskan dilembah kemaksiatan mengikuti bisikan syetan.

Di bulan ramadhan mungkin saja kegiatan seperti itu sedikit terkurangi, pengaruh barakah bulan Ramadhan sedikit membawa manfaat baik bagi setiap muslim yang ada di bumi. Walau tak sedikit juga di antara mereka yang masih melakukannya di bulan yang mulia ini. Na’udzu billah.. apakah mereka belum pernah mendengar 

Firman Allah Ta’ala?  :
“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain dan tidak  membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan  (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapatkan hukuman yang berat. (Yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang.” (Al-Furqon : 68 – 70)

Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan denganku yang suatu ketika bertanya kepada Rasululloh salallahu ‘alahi wa salam tentang dosa yang paling besar, Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, padahal Dialah yang menciptakanmu,’. Aku bertanya hal yang sama lagi maka Rasulullah menjawab, ‘membunuh anakmu Karena kamu takut miskin’. Aku bertanya lagi Rasulullah menjawab, ‘Berzina dengan tetanggamu.’ (H.R Bukhori dan Muslim)

Dalam hadits yang lain, Rasululloh salallahu ‘alaihi wa salam memberi peringatan dengan tegas pada umatnya, bahwa beliau berkata :
“Tiga tipe manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, juga tidak akan disucikan dan tidak pula dipandang, sedang bagi mereka siksa yang pedih, yaitu laki-laki tua yang pezina, seorang raja yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (H.R Muslim)

Wal iyyadu billah.. sekiranya kita mau merenungi ayat dan hadits diatas maka detik ini juga kita akan mengikrarkan tekad dalam hati, bahwa mulai ramadhan ini aku tidak akan berzina lagi.
Terlebih bulan ini adalah bulan yang penuh rahmah dan barokah, bulan penuh ampunan bulan dimana pintu syurga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat. Merugilah seorang hamba yang dengan datangnya Ramadhan tetapi Ia tidak mendapatkan ampunan dari Allah ta’ala. Rasululloh salallahu ‘alahi wa salam bersabda :
"Merugilah seseorang yang bulan Ramadhan datang kepadanya, kemudian Ia (Ramadan) pergi sebelum ia mendapat ampunan." (HR. at-Tirmidzi)

Maka di saat  yang tepat ini, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk menunda taubat, bukankah Allah telah mengingatkan, taubat tidak akan di terima apabila nyawa telah berada di ujung tenggorokan.
"Dan tidaklah taubat itu di terima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang, dan tidak (pula di terima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran." (An-Nisa':18)

 Bertaubatlah sebelum terlambat, raih amal sholih sebanyak banyaknya disaat Allah melipat gandakan pahala di bulan yang penuh rahmat, tutup segala bentuk aktifitas yang dapat menjerumuskan kita kepada maksiat, raih kemenangan yang nyata, yang menjadikan kita sebagai pengghuni syurga. Ingatlah bahwa Allah telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan Menghapus kesalahan-kesalahanmu dan Memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak Menghinakan nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahrim 66:8)

 Tidak perlu menunda lagi, Karen a bisa jadi Ramadhan ini adalah Ramadhan yang terakhir kali kita jumpai. wallahu a’lam.. [Amir Abdillah]

SIAPA YANG BERHAK DISEBUT AMIL ZAKAT ?

Bismillahirrahmaaniirrahiim


 Banyak masyarakat yang menanyakan tentang kriteria amil zakat dan batasannya, hak-hak dan kewajibannya, serta jatah zakat yang mereka terima, apakah harus seperdelapan dari seluruh zakat atau bagaimana ?  Tulisan ini berusaha menjelaskan kepada pembaca siapa sebenarnya yang disebut amil zakat.

Amil Zakat adalah orang yang mendapatkan tugas dari negara,  organisasi, lembaga atau yayasan untuk mengurusi zakat. Atas kerjanya tersebut seorang amil zakat berhak mendapatkan jatah dari uang zakat. Berkata Abu Bakar al-Hushaini di dalam Kifayat al-Akhyar (279) :  “Amil Zakat adalah orang yang ditugaskan pemimpin negara untuk mengambil zakat kemudian disalurkan kepada yang berhak, sebagaimana yang diperintahkan Allah.“ 

Dasar  bagian amil zakat ini adalah firman Allah :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. at-Taubah : 60)

Sesuai dengan namanya, profesi utama amil zakat adalah mengurusi zakat. Jika dia memiliki pekerjaan lain, maka dianggap pekerjaan sampingan atau sambilan yang tidak boleh mengalahkan pekerjaan utamanya yaitu amil zakat. Karena waktu dan potensi, serta tenaganya dicurahkan untuk mengurusi zakat tersebut, maka dia berhak mendapatkan bagian dari zakat.

Adapun jika dia mempunyai profesi tertentu, seperti dokter, guru, direktur perusahaan, pengacara, pedagang, yang sehari-harinya bekerja dengan profesi tersebut, kemudian jika ada waktu, dia ikut membantu   mengurusi zakat, maka orang seperti ini tidak dinamakan amil zakat, kecuali jika dia telah mendapatkan tugas secara resmi dari Negara atau lembaga untuk mengurusi zakat sesuai dengan aturan yang berlaku.

Bahkan jika ada gubernur, bupati, camat, lurah yang ditugaskan oleh pemimpin Negara untuk mengurusi zakat, diapun tidak berhak mengambil bagian dari zakat, karena dia sudah mendapatkan gaji dari kas Negara sesuai dengan jabatannya. (Shahih Fiqh Sunnah, 2/69

Amil zakat ini harus diangkat secara resmi oleh Negara, Organisasi, Lembaga, Yayasan. Tidak boleh sembarang bekerja secara serabutan dan tanpa pengawasan. Dasar pengangkatan amil zakat ini adalah hadits Abu Humaid as-Sa’idi :

“Dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu berkata : Nabi shallallahu a’laihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau bersabda : "Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik". Kemudian beliau mengangkat tangan-nya,  sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan", sebanyak tiga kali.“  (Hadist Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim)

Lalu apakah seseorang yang berceramah tentang zakat dan mengajak hadirin untuk membayar zakat, kemudian setelah terkumpul zakat, penceramah tersebut berhak mendapatkan bagian dari zakat? Perlu diketahui bahwa jika sang penceramah tersebut adalah salah satu pengurus lembaga amil zakat sebagai bagian marketing atau pimpinannya atau bagian lainnya, maka dia berhak mendapatkan bagian zakat dari profesinya yang bekerja di lembaga zakat bukan sebagai penceramah tentang zakat.
Jika sang penceramah bukan dari pengurus lembaga  zakat, tetapi diminta oleh lembaga zakat untuk memberikan pengarahan tentang zakat dan memberikan motivasi agar jama’ah yang hadir mengeluarkan zakat, sebaiknya dia tidak diberi bagian zakat yang terkumpul, tetapi diberi fee atau hadiah atau tanda terimakasih atau uang transport dari sumber yang lain selain zakat, seperti infak, sedekah dan hibah.
Dan hendaknya tidak ada perjanjian sebelumnya tentang jumlah yang akan diterima sang penceramah, dan hadiah itu diberikan setelah selesai ceramah. Ini dilakukan agar orientasi sang penceramah itu adalah dakwah dan mengajak orang kepada kebaikan, bukan orientasi sebagai seorang pegawai atau pekerja yang menuntut gaji.

Sebagian ulama membedakan antara amil alaiha dengan amil fiha, kalau amil aliha berarti yang diberi wewenang untuk mengurusi zakat oleh Negara, sedang amil fiha adalah pegawai yang bekerja di dalamnya untuk mengurusi zakat. Tetapi kedua-duanya berhak mendapatkan zakat. (Syarhu al-Mumti’ : 2/ 518)  

Berapa Besar Bagian Amil Zakat ?
Sebagian kalangan mengatakan bahwa amil zakat mendapatkan seperdelapan dari jumlah seluruh zakat yang terkumpul. Mereka beralasan bahwa orang-orang yang berhak mendapatkan zakat jumlahnya delapan golongan, amil zakat adalah salah satu golongan, sehingga jatah yang didapatkan adalah seperdelapan dari zakat yang terkumpul.

Tetapi pendapat ini kurang tepat, karena delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat tidak selalu lengkap dan ada, seperti golongan “fi ar-riqab“ (budak) hari ini tidak didapatkan atau jarang didapatkan, walaupun sebagian kalangan memperluas cakupannya seperti orang yang dipenjara. Seandainya semua golongan itu ada, tetap saja jumlahnya tidak sama dengan lainnya, sehingga kalau dipaksakan masing-masing golongan mendapatkan seperdelapan, maka akan terjadi ketidakseimbangan dan mendhalimi golongan-golongan lain yang mungkin jumlahnya sangat banyak, seperti golongan fakir miskin.    

Adapun pendapat yang lebih benar bahwa amil zakat mendapatkan bagian zakat sesuai dengan kebijaksanaan Negara, organisasi, lembaga yang menaunginya. Kebijaksanaan tersebut  harus berdasarkan kemaslahatan umum, yang meliputi kemaslahatan golongan-golongan lainnya seperti fakir, miskin, orang yang terlilit hutang, dan lain-lainnya termasuk kemaslahatan amil zakat itu sendiri.

Amil zakat tidak harus dari orang yang fakir atau miskin, tetapi dibolehkan juga dari orang yang kaya dan mampu. Dia mendapatkan bagian zakat, bukan karena fakir atau miskin, tetapi karena kedudukannya sebagai amil zakat.  

Wallahu A’lam.