Mengenal Allah (ma’rifatullah) adalah landasanberdirinya
Islam secara keseluruhan. Ma’rifatullah adalah asas berdirinya tauhid seseorang
sebab manusia tidak akan menjadi pribadi yang bertauhid kecuali ia mengetahui
dengan benar siapa Rabbnya. Dan Tanpa ma’rifat ini, seluruh amal ibadah dalam
Islam menjadi tidak memiliki nilai. Oleh karena itu, ma’rifatullah menjadi
intisari dakwah para nabi dan rasul. Bahkan hal inilah yang menjadi prioritas
utama dalam dakwah mereka.
Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah
bukan sesuatu yang asing. Bahkan, mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal
yang demikian dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal
pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?
Memang banyak orang berpikiran demikian, namun sayang
pengetahuan mereka tentang Rabbnya tidak mengantarkan mereka kepada pribadi
yang cinta dan ta’at atas segala perintah Allah. Faktanya, banyak yang mengaku
mengenal Allah tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya. Lantas apa manfaat
kita mengenal Allah kalau keadaannya demikian? Dan apa artinya kita mengenal
Allah sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya.
Urgensi Ma’rifatullah
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab menjadikan tema ma’rifatullah
sebagai ushul (pokok) yang pertama yang harus diketahui oleh seorang
mukmin dalam bertauhid. Secara khusus beliau menulis sebuah buku yang berjudul ushulul
tsalasah yaitu tiga pokok dasar yang wajib diketahui orang islam. Tiga
pokok tersebut adalah pertama, mengenal Allah (ma’rifatullah), kedua, mengenal islam (ma’rifatuddin) dan ketiga,
mengenal nabi muhammad saw.
Terdapat berbagai tempat dalam al-Qur’an, Allah
memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai sifat yang Dia miliki. Sebuah bukti
yang jelas bahwa Allah menghendaki agar para hamba mengenal diri-Nya. Bukti
yang kongkrit bahwa ma’rifatullah (mengenal Allah) adalah suatu hal yang
dituntut dari diri seorang hamba. Bahkan tidak berlebihan kiranya, jika kita
mengatakan bahwa pribadi termulia adalah seorang yang paling mengenal Allah ta’ala.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Saya adalah pribadi yang paling bertakwa dan paling mengenal Allah dari
kalian.”(HR. Bukhari)
Begitu pula, senada dengan makna hadits di atas, adalah
apa yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah, “Pribadi termulia yang memiliki
cita-cita dan kedudukan tertinggi adalah seorang yang merasakan kelezatan dalam
ma’rifatullah (mengenal Allah), mencintai-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya
serta mencintai segala sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya.” (Al Fawaa-id,
hal. 150).
Dengan ma’rifah lahirlah cinta
Kemudian Pertanyaan yang mungkin terbersit dalam benak
kita adalah, “Siapakah orang yang mengenal Allah (ahli ma’rifah) tersebut?”
atau “Bagaimanakah potret seorang yang dapat dikategorikan sebagai ahli
ma’rifah?
Syaikh Muhammad
bin Abi Bakr yang terkenal dengan Ibnul Qayyim, Beliau mengatakan, “Al ‘arif
(orang yang mengenal Allah dengan benar) menurut para ulama’ adalah orang yang mengenal Allah ta’ala dengan berbagai nama, sifat dan
perbuatan-Nya. Kemudian dibuktikan dalam perikehidupannya yang dibarengi niat
dan tujuan yang ikhlas…”(Madaarijus Saalikin, 3/337).
Dr. Muhammad Khalifah At
Tamimi mengatakan, “Pengetahuan (pengenalan) hamba terhadap berbagai nama dan
sifat-Nya berdasarkan wahyu yang disampaikan Allah di dalam kitab-Nya dan
sunnah rasul-Nya akan mampu membuat seorang hamba merealisasikan penghambaan
(ubudiyah) kepada Allah secara sempurna. Setiap kali keimanan terhadap
sifat-Nya bertambah sempurna, maka kecintaan dan keihklasan (kepada-Nya) akan
semakin menguat. Manusia yang paling sempurna dalam penghambaannya kepada Allah
adalah orang yang beribadah dengan (merealisasikan seluruh kandungan) nama dan
sifat-Nya.”(Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fii Tauhidil Asma wash Shifaat,
hal.24).
Oleh karena itu, mempelajari dan memahami berbagai nama
dan sifat Allah merupakan hal yang sangat urgen karena memiliki kaitan yang
erat dengan kewajiban untuk mengenal Allah (ma’rifatullah).
ImamHasanAl-Bashri rahimahullahberkata,
“Barangsiapa yang mengenalRabb-nya, niscayadiaakanmencintai-Nya.”
Ibnu Qoyyim berkata, “Sesungguhnya berbagai sifat Allah
yang sempurna dan digunakan untuk berdo’a kepada-Nya serta hakikat berbagai
nama-Nya adalah faktor pendorong hati (seorang) untuk mencintai Allah dan
sampai kepada-Nya. Hal ini dikarenakan hati hanya akan mencintai orang yang
dikenalnya, takut, berharap, rindu, merasa senang dan tenteram ketika menyebut
namanya sesuai dengan (kadar) ma’rifah (pengenalan) hati terhadap sifatnya.” (Madaarijus
Saalikin, 3/351). wallahua’alam
[fachruddin]